Pembatasan Kelahiran, Haramkah ?

Senin, 27 Juli 20150 komentar

GLOBAL-ISLAM.COM - Tahdid An-Nasl (Pembatasan Kelahiran) -KB sebagai sebuah program nasional untuk membatasi jumlah populasi penduduk, hukumnya adalah haram. Tidak boleh ada suatu undang-undang atau peraturan pemerintah yang membatasi jumlah anak dalam sebuah keluarga. Allah Swt mengecam orang yang tidak mau memperoleh keturunan (menggunakan pil pencegah kehamilan) dengan alasan: takut miskin, rizki seret, tidak dapat memberi makan, takut banyak anak, harus memberi tambahan belanja, ingin membatasi jumlah keturunan, takut mengganggu pekerjaan orangtua, takut tidak bisa mendidik, dan lain sebagainya sebagaimana yang diserukan oleh musuh-musuh Islam. Allah Swt berfirman: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. 

Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar” (QS. Al-Isra: 31). 
Rasulullah Saw bersabda: “Nikahilah wanita yang banyak anak lagi penyayag, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat dengan umat-umat lain di hari kiamat (dalam riwayat yang lain: dengan para nabi di hari kiamat)”.  Suatu umat membutuhkan jumlah yang banyak, yang akan menunjukkan kekuatannya.  Mereka akan beribadah kepada Allah, berjihad, melindungi kaum muslimin dengan izin Allah, dan Allah akan menjaga mereka dari tipu daya musuh-musuh mereka.

Islam mengharamkan pembunuhan janin dalam rahim, membuang rahim, atau membuat sang istri tak bisa hamil seumur hidup.  Termasuk sterilisasi (vasektomi atau tubektomi), karena sama dengan abortus yang berakibat kemandulan. Nabi Muhammad Saw telah melarang pengebirian (al-ikhtisha`) sebagai teknik untuk mencegah kehamilan secara permanen yang ada saat itu (Muttafaq ‘alaih). 
International Planned Parenthood Federation (IPPF) tidak menganjurkan kepada negara-negara anggotanya termasuk Indonesia, untuk melaksanakan sterilisasi sebagai alat kontrasepsi.  Keputusan Majma’ Fiqh Islami di Kuwait (5/9/1988), mengharamkan untuk memutuskan kemampuan mempunyai anak bagi laki-laki dan perempuan  (pemandulan: vasektomi dan tubektomi), tanpa adanya alasan darurat secara syar’i yaitu: apabila membahayakan hidupnya karena suatu penyakit, atau bahkan bisa menyebabkan kematian.

Dari segi filosofi, teori Malthus yang mendasari program KB adalah batil, karena tidak sesuai dengan kenyataan. Produksi pangan dunia bukan kurang, bahkan lebih dari cukup untuk memberi makan seluruh populasi manusia di dunia. Pada bulan Mei tahun 1990, FAO (Food and Agricultural Organization) mengumumkan hasil studinya bahwa produksi pangan dunia ternyata mengalami surplus 10 % untuk dapat mencukupi seluruh populasi penduduk dunia.  Ketidakcukupan barang dan jasa bukan disebabkan jumlah populasi yang terlalu banyak atau kurangnya produksi pangan, tetapi karena adanya ketidakadilan dalam distribusi barang dan jasa. Ideologi kapitalisme dipaksa oleh Barat (negara-negara penjajah) untuk menguasai dunia termasuk Dunia Ketiga (Dunia Islam). Hal ini dibuktikan dengan 80 % barang dan jasa dunia dinikmati oleh negara-negara kapitalis yang jumlah penduduknya hanya sekitar 25 % penduduk dunia.

Tanzhim an-Nasl (Pengaturan Kelahiran)-
Pengaturan kelahiran, yang dijalankan oleh individu (bukan program negara), untuk mencegah kelahiran sementara waktu (bukan permanen), dengan berbagai cara dan sarana (yang halal dan tidak berbahaya), hukumnya adalah mubah.  Batas waktu dibolehkannya pengaturan kelahiran, tergantung pada kesepakatan pasangan suami istri berdasarkan kemaslahatan bersama.

Hukum bolehnya pengaturan kelahiran sama dengan hukum bolehnya ‘Azl (senggama terputus). Jabir ra meriwayatkan: “Kami melakukan ‘azl pada masa Rasulullah, sedang Al-Qur’an masih turun.” (HR. Muslim).  Jabir berkata: “Kami biasa melakukan ‘azl pada masa Rasulullah Saw, lalu disampaikan hal itu kepada Rasulullah Saw, dan beliau tidak melarang kami” (HR. Muslim). ‘Azl bukan termasuk membunuh anak, sebagaimana yang diharamkan dalam ayat 31 surat Al-Isra, karena dilakukan sebelum terjadinya proses kehamilan.

Pengaturan kelahiran diperbolehkan dengan syarat tidak menimbulkan  bahaya.  Kaidah fiqih: segala bentuk bahaya haruslah dihilangkan (Imam Suyuthi).  Jadi, seorang wanita boleh memakai alat kontrasepsi dalam waktu yang temporal, sesuai dengan kebutuhan  wanita tersebut  untuk memulihkan kembali jasmaninya yang melemah dalam masa satu atau dua tahun.  Sehingga jarak antara 2 kelahiran tidak terlalu dekat.  “Janganlah engkau menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan” (QS Al Baqarah: 195). “Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri.  Sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadap kamu sekalian.” (QS An Nisa’:29). 

Pengaturan kelahiran juga diperbolehkan jika khawatir dengan kondisi kesehatan wanita yang masih menyusui jika dia hamil.  QS Luqman: 14: “Dan kami amanatkan kepada manusia untuk berbuat baik terhadap kedua orang tuanya. Ibunya yang telah mengandungnya dan menyapihnya selama dua tahun.”  Islam sangat memperhatikan siklus kelahiran dan waktu kosong bagi ibu untuk mempersiapkan kesehatannya. Durasi waktu antara menyusui dengan mengandung berikutnya adalah sekitar 3 tahun.  

Rasulullah Saw melarang seorang ibu untuk menyusui di saat hamil, karena bisa berdampak buruk: menghambat perkembangan bayi. Dalam firman Allah  QS Al Baqarah: 233: “Para ibu hendaklah menyusui anaknya selama dua tahun  yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya.” QS Al Ahqaf : 15: “Mengandung sampai menyapihnya adalah 30 bulan.”  Anak memiliki hak untuk menerima pasokan gizi yang cukup (ASI), sehingga tidak lemah fisiknya. Imam Qurthubi mengatakan: jika hamilnya 6 bulan masa menyusuinya 24 bulan, jika hamilnya 7 bulan masa menyusuinya 23 bulan, jika hamilnya 8 bulan masa menyusuinya adalah 22 bulan, dan seterusnya. 
Pengaturan kelahiran juga bisa dilakukan jika khawatir dengan nasib anak.  Agar pendidikannya dapat terpantau dengan baik, atau jarak kehamilan yang terlalu dekat akan mengakibatkan anak menjadi  kurang normal (kurang sehat).  “Sungguh saya bermaksud melarang ghilah (bersetubuh dengan perempuan yang menyusui, karena itu dapat merusak air susu dan melemahkan anak), kemudian saya melihat orang-orang Persi dan Rum melakukannya, ternyata tidak membahayakan kepada anak-anak mereka.”

Pengaturan kelahiran juga bisa dilakukan pada seorang wanita yang sudah mempunyai banyak anak dan memberatkan untuknya jika hamil kembali, mempunyai penyakit yang membahayakan rahimnya dan khawatir penyakitnya menjalar sehingga menyebabkan kematian, atau wanita yang harus melahirkan dengan cara yang tidak normal bahkan operasi,  dan bahaya-bahaya lain yang serupa dengan hal tersebut. 

(Kesimpulan)-Kaum muslimin harus bisa membedakan antara pembatasan kelahiran (yang haram) dan pengaturan kelahiran (yang halal). Pemerintah mana pun tidak berhak untuk melakukan pembatasan kelahiran kepada rakyatnya. Sesuatu yang telah diharamkan Allah SWT pasti akan menimbulkan mudharat (bahaya) jika dikerjakan.(si/mz)


Berbagai Sumber | Editor : Aiman | Global-Islam.com
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Globalislam.com / media islam network - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger