GLOBAL-ISLAM.COM
- Tahdid An-Nasl (Pembatasan Kelahiran) -KB sebagai sebuah
program nasional untuk membatasi jumlah populasi penduduk, hukumnya adalah
haram. Tidak boleh ada suatu undang-undang atau peraturan pemerintah yang
membatasi jumlah anak dalam sebuah keluarga. Allah Swt mengecam orang yang
tidak mau memperoleh keturunan (menggunakan pil pencegah kehamilan) dengan
alasan: takut miskin, rizki seret, tidak dapat memberi makan, takut banyak
anak, harus memberi tambahan belanja, ingin membatasi jumlah keturunan, takut
mengganggu pekerjaan orangtua, takut tidak bisa mendidik, dan lain sebagainya
sebagaimana yang diserukan oleh musuh-musuh Islam. Allah Swt berfirman: “Dan
janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan
memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar” (QS. Al-Isra: 31).
Rasulullah Saw bersabda: “Nikahilah
wanita yang banyak anak lagi penyayag, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba
dalam banyak umat dengan umat-umat lain di hari kiamat (dalam riwayat yang
lain: dengan para nabi di hari kiamat)”. Suatu umat membutuhkan jumlah
yang banyak, yang akan menunjukkan kekuatannya. Mereka akan beribadah
kepada Allah, berjihad, melindungi kaum muslimin dengan izin Allah, dan Allah
akan menjaga mereka dari tipu daya musuh-musuh mereka.
Islam mengharamkan pembunuhan janin
dalam rahim, membuang rahim, atau membuat sang istri tak bisa hamil seumur
hidup. Termasuk sterilisasi (vasektomi atau tubektomi), karena sama
dengan abortus yang berakibat kemandulan. Nabi Muhammad Saw telah melarang
pengebirian (al-ikhtisha`) sebagai teknik untuk mencegah kehamilan secara
permanen yang ada saat itu (Muttafaq ‘alaih).
International Planned Parenthood
Federation (IPPF) tidak menganjurkan kepada negara-negara anggotanya termasuk
Indonesia, untuk melaksanakan sterilisasi sebagai alat kontrasepsi.
Keputusan Majma’ Fiqh Islami di Kuwait (5/9/1988), mengharamkan untuk
memutuskan kemampuan mempunyai anak bagi laki-laki dan perempuan
(pemandulan: vasektomi dan tubektomi), tanpa adanya alasan darurat secara
syar’i yaitu: apabila membahayakan hidupnya karena suatu penyakit, atau bahkan
bisa menyebabkan kematian.
Dari segi filosofi, teori Malthus
yang mendasari program KB adalah batil, karena tidak sesuai dengan kenyataan.
Produksi pangan dunia bukan kurang, bahkan lebih dari cukup untuk memberi makan
seluruh populasi manusia di dunia. Pada bulan Mei tahun 1990, FAO (Food and
Agricultural Organization) mengumumkan hasil studinya bahwa produksi pangan
dunia ternyata mengalami surplus 10 % untuk dapat mencukupi seluruh populasi
penduduk dunia. Ketidakcukupan barang dan jasa bukan disebabkan jumlah
populasi yang terlalu banyak atau kurangnya produksi pangan, tetapi karena
adanya ketidakadilan dalam distribusi barang dan jasa. Ideologi kapitalisme
dipaksa oleh Barat (negara-negara penjajah) untuk menguasai dunia termasuk
Dunia Ketiga (Dunia Islam). Hal ini dibuktikan dengan 80 % barang dan jasa
dunia dinikmati oleh negara-negara kapitalis yang jumlah penduduknya hanya sekitar
25 % penduduk dunia.
Tanzhim an-Nasl (Pengaturan Kelahiran)-Pengaturan kelahiran, yang dijalankan oleh individu (bukan program negara), untuk mencegah kelahiran sementara waktu (bukan permanen), dengan berbagai cara dan sarana (yang halal dan tidak berbahaya), hukumnya adalah mubah. Batas waktu dibolehkannya pengaturan kelahiran, tergantung pada kesepakatan pasangan suami istri berdasarkan kemaslahatan bersama.
Tanzhim an-Nasl (Pengaturan Kelahiran)-Pengaturan kelahiran, yang dijalankan oleh individu (bukan program negara), untuk mencegah kelahiran sementara waktu (bukan permanen), dengan berbagai cara dan sarana (yang halal dan tidak berbahaya), hukumnya adalah mubah. Batas waktu dibolehkannya pengaturan kelahiran, tergantung pada kesepakatan pasangan suami istri berdasarkan kemaslahatan bersama.
Hukum bolehnya pengaturan kelahiran
sama dengan hukum bolehnya ‘Azl (senggama terputus). Jabir ra meriwayatkan:
“Kami melakukan ‘azl pada masa Rasulullah, sedang Al-Qur’an masih turun.” (HR.
Muslim). Jabir berkata: “Kami biasa melakukan ‘azl pada masa Rasulullah
Saw, lalu disampaikan hal itu kepada Rasulullah Saw, dan beliau tidak melarang
kami” (HR. Muslim). ‘Azl bukan termasuk membunuh anak, sebagaimana yang
diharamkan dalam ayat 31 surat Al-Isra, karena dilakukan sebelum terjadinya
proses kehamilan.
Pengaturan kelahiran diperbolehkan
dengan syarat tidak menimbulkan bahaya. Kaidah fiqih: segala bentuk
bahaya haruslah dihilangkan (Imam Suyuthi). Jadi, seorang wanita boleh
memakai alat kontrasepsi dalam waktu yang temporal, sesuai dengan
kebutuhan wanita tersebut untuk memulihkan kembali jasmaninya yang
melemah dalam masa satu atau dua tahun. Sehingga jarak antara 2 kelahiran
tidak terlalu dekat. “Janganlah engkau menjatuhkan dirimu ke dalam
kebinasaan” (QS Al Baqarah: 195). “Janganlah engkau membunuh dirimu
sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadap kamu sekalian.” (QS
An Nisa’:29).
Pengaturan kelahiran juga
diperbolehkan jika khawatir dengan kondisi kesehatan wanita yang masih menyusui
jika dia hamil. QS Luqman: 14: “Dan kami amanatkan kepada manusia untuk
berbuat baik terhadap kedua orang tuanya. Ibunya yang telah mengandungnya dan
menyapihnya selama dua tahun.” Islam sangat memperhatikan siklus
kelahiran dan waktu kosong bagi ibu untuk mempersiapkan kesehatannya. Durasi
waktu antara menyusui dengan mengandung berikutnya adalah sekitar 3
tahun.
Rasulullah Saw melarang seorang ibu
untuk menyusui di saat hamil, karena bisa berdampak buruk: menghambat
perkembangan bayi. Dalam firman Allah QS Al Baqarah: 233: “Para ibu
hendaklah menyusui anaknya selama dua tahun yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuannya.” QS Al Ahqaf : 15: “Mengandung sampai menyapihnya
adalah 30 bulan.” Anak memiliki hak untuk menerima pasokan gizi yang
cukup (ASI), sehingga tidak lemah fisiknya. Imam Qurthubi mengatakan: jika
hamilnya 6 bulan masa menyusuinya 24 bulan, jika hamilnya 7 bulan masa
menyusuinya 23 bulan, jika hamilnya 8 bulan masa menyusuinya adalah 22 bulan,
dan seterusnya.
Pengaturan kelahiran juga bisa
dilakukan jika khawatir dengan nasib anak. Agar pendidikannya dapat
terpantau dengan baik, atau jarak kehamilan yang terlalu dekat akan
mengakibatkan anak menjadi kurang normal (kurang sehat). “Sungguh
saya bermaksud melarang ghilah (bersetubuh dengan perempuan yang menyusui,
karena itu dapat merusak air susu dan melemahkan anak), kemudian saya melihat
orang-orang Persi dan Rum melakukannya, ternyata tidak membahayakan kepada
anak-anak mereka.”
Pengaturan kelahiran juga bisa
dilakukan pada seorang wanita yang sudah mempunyai banyak anak dan memberatkan
untuknya jika hamil kembali, mempunyai penyakit yang membahayakan rahimnya dan
khawatir penyakitnya menjalar sehingga menyebabkan kematian, atau wanita yang
harus melahirkan dengan cara yang tidak normal bahkan operasi, dan
bahaya-bahaya lain yang serupa dengan hal tersebut.
(Kesimpulan)-Kaum muslimin harus bisa membedakan antara pembatasan
kelahiran (yang haram) dan pengaturan kelahiran (yang halal). Pemerintah mana
pun tidak berhak untuk melakukan pembatasan kelahiran kepada rakyatnya. Sesuatu
yang telah diharamkan Allah SWT pasti akan menimbulkan mudharat (bahaya) jika
dikerjakan.(si/mz)
Berbagai
Sumber | Editor : Aiman | Global-Islam.com
Posting Komentar