TOLIKARA (Global-Islam.com) - Sebelum tragedi Tolikara pecah, Kapolres Tolikara, AKBP Suroso, SH mengaku telah meminta Presiden Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) untuk mencabut surat edaran yang melarang umat Islam melaksanakan shalat Iedul Fitri.
Menurut Suroso, suara presiden Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) itu didengar oleh seluruh umat nasrani di wilayah Papua karena punya kapasitas. Selain memiliki kekuatan atau power, ia juga menjadi pimpinan gereja GIDI di tanah Papua.
"Makanya sebelum tragedi Tolikara terjadi saya terus komunikasi dengan presiden GIDI, selaku pimpinan gereja GIDI di Tolikara khususnya dan Papua pada umumnya," kata AKBP Suroso kepada wartawan di Kantor Polres Tolikara, Sabtu (25/07/2015).
Suroso mengatakan, dirinya yakin jika komunikasi kepada seluruh warga itu dilakukan oleh presiden GIDI, maka tragedi itu tidak akan pernah terjadi. Tetapi, lanjutnya, ia tidak tahu sudah sejauh mana hal itu dilakukan pihak gereja GIDI.
"Komunikasi saya tidak pernah putus, Pak. Saya melakukan komunikasi itu untuk terus mengingatkan," kata Suroso.
Selain itu, Suroso mengatakan bahwa pada hari Selasa (14/07/2015) meski tidak ada komunikasi dengan pihak GIDI tetapi ia berharap bupati dan presiden GIDI sudah mensosialisasikan kepada seluruh peserta KKR Seminar Internasional maupun warga muslim di Tolikara.
"Adapun Rabu (15/07/2015) saya juga berkomunikasi lagi dengan presiden GIDI, sebab pada hari itu akan digelar acara pembukaan KKR Seminar Internasional," ungkap Suroso.
"Dan pada hari itu pula (Rabu, 15/07), terjadi perang antar suku di Panaga," imbuhnya.
AKBP Suroso menyampaikan jika ia menerima informasi mengenai perang antar suku di Panaga tersebut sekitar pukul 08.00 WIT, kemudian ia pun melaporkan hal itu ke bupati.
"Jadi, akhirnya saya tidak bisa hadir dalam acara pembukaan KKR Seminar Internasional GIDI. Apa yang disampaikan presiden GIDI saya juga tidak tahu," pungkas AKBP Suroso.
Achmad Fazeri/JITU | Editor : Aiman | Global-Islam.com
Posting Komentar