GLOBAL-iSLAM.COM - Oleh : Syaikh Abu Bashir Ath-Thartusi : PERTANYAAN:Apa pendapat anda tentang ini: Syaikh Abdullah Azzam – Rahimahullah – berkata:
“Seorang wanita muslimah tidak boleh menyerahkan dirinya kepada musuh apabila
ia tahu bahwa mereka akan merenggut kehormatannya, jadi ia wajib untuk melawan
mereka hingga ia terbunuh, atau hingga mereka yang terbunuh. Maka dari
itu di wilayah Kunar banyak para wanita yang menceburkan diri mereka ke dalam
sungai karena jika pasukan Rusia datang, mereka akan memasukkan para wanita
tersebut ke dalam tank-tank mereka, maka para wanita itu memilih untuk
menceburkan diri mereka ke dalam sungai. Perbuatan ini sesuai dengan Syariat
Islam, karena membela kehormatan itu lebih utama dari pada membela diri.
Seseorang yang memiliki kehormatan yang tinggi tidak akan selamat dari bahaya,
hingga ia meneteskan darah ketika meraihnya” [Di Bawah Naungan Surat At Taubah,
Halaman 46]
Beliau juga berkata dalam kesempatan
lain: “Para fuqaha bersepakat bahwa kaum wanita tidak boleh menyerahkan dirinya
untuk ditawan, karenanya ada beberapa orang pemuda yang mendatangi saya untuk
bertanya: ‘apakah para wanita yang ada di Kunar dan Lughman boleh menceburkan
dirinya ke dalam sungai Kunar?’ Maka saya jawab: ‘Boleh atau bahkan wajib,
karena ia telah bersyahadat, lagipula ia tidak diperbolehkan untuk menyerahkan
dirinya selama ia takut harga dirinya bakal terampas. Jika ia pernah melihat
saudari-saudarinya ditangkap dari rumah mereka, lalu dibawa terbang menggunakan
helikopter di atas area pedesaan, lalu pakaian mereka dilucuti dan kehormatan
mereka direnggut, kemudian jasadnya dilemparkan ke atas desa tempat mereka
tinggal, maka ia tidak boleh menyerahkan diri sebagai tawanan selamanya. Jika
ia menyerahkan dirinya, maka ia telah berdosa, ia wajib menceburkan dirinya ke
dalam sungai, (dan seterusnya)..”.
JAWABAN: Segala puji bagi Allah rabb semesta alam. Perkataan ini telah banyak tersebar,
dan sering didengar oleh para mujahidin dan murabithin yang ada di medan perang
Syam, dan medan perang lainnya, hingga perkataan ini menjadi suatu yang normal
dan tidak perlu didiskusikan. Maka ini perlu diberikan perhatian dan
keterangan, maka saya katakan: Tidak ada perbedaan pendapat jika seorang wanita
mampu mempertahankan dirinya – walaupun dengan perang – dari ditawan oleh
musuh, khususnya jika ia tahu bahwa mereka akan melakukan kejahatan terhadap
kehormatannya, ini sesuai dengan firman Allah: “Maka bertakwalah kamu kepada
Allah menurut kesanggupanmu…” [Qs. At Taghabun: 16]. Dan jika ia terbunuh
di tangan musuh yang melakukan agresi, maka ia menjadi seorang syahidah dengan
izin Allah, dalam hal ini lelaki dan perempuan sama saja.
Namun jika ia lemah dan tidak mampu
untuk membela dirinya, dan ia dihadapkan pada dua pilihan yaitu menyerahkan
dirinya atau melakukan bunuh diri. Apakah ia boleh untuk melakukan bunuh diri,
maka di sinilah letak permasalahannya dan terjadi pertentangan, karena
perkataan Syaikh yang disebutkan di dalam soal di atas menunjukkan bahwa hal
ini diperbolehkan bahkan wajib, maka ini adalah kesalahan besar, dan kami ingin
memberikan tanggapan terhadap kesalahan ini dari beberapa sisi:
Di antaranya adalah: Sesungguhnya perkataan ini tidak memiliki dalil dari Al
Kitab dan As Sunnah, tidak juga dari perkataan para sahabat atau para tabi’in
yang mu’tabar. Bahkan dalil-dalil yang ada menunjukkan yang sebaliknya, Allah
berfirman: “…dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu” [Qs. An Nisa’: 29], Allah juga berfirman: “…dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”
[Qs. Al Baqarah: 195].
Di dalam sebuah hadits shahih, Nabi
Muhammad SAW bersabda:
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ
فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِي بَطْنِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِسُمٍّ فَسُمُّهُ فِي
يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِي نَارِ
جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
“Siapa yang membunuh dirinya
sendirinya dengan besi, maka besi itu akan senantiasa berada di tangannya,
membacok perutnya di dalam neraka jahannam selama-lamanya. Dan siapa yang
membunuh dirinya dengan racun, maka racun itu pula akan selalu berada di
tangannya & menelannya dengan berada di dalam neraka jahannam
selama-lamanya. Dan siapa yang menjatuhkan dirinya dari gunung, lalu ia
membunuh dirinya, maka ia akan senantiasa terjatuh di dalam neraka jahannam
selama-lamanya” [HR. Tirmidzi No.1967].
Rasulullah SAW juga bersabda:
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ فِي
الدُّنْيَا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“…barangsiapa bunuh diri dengan
sesuatu di dunia, maka dia akan disiksa di akhirat dengan sesuatu yang
digunakan untuk bunuh diri” [HR.
Bukhari No.5587] ini adalah dalil-dalil yang muhkam dari agama Allah
yang tidak dapat disamakan dengan dalil-dalil yang sifatnya mutasyabih!
Di antaranya juga adalah: Sesungguhnya penawanan itu adalah merupakan salah satu
bentuk bencana, dan bencana itu disikapi dengan bersabar dan menginstropeksi
diri, bukan dengan bunuh diri dengan tujuan agar terlepas dan melarikan diri
darinya, Allah berfirman: “dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillaahi wa
innaa ilaihi raaji'uun’ “ [Qs. Al Baqarah: 155-156].
Dan musibah tertawan itu tidaklah
keluar dari ranah musibah dan bencana menurut ayat ini, barangsiapa yang
membunuh dirinya – sama saja baik itu lelaki atau perempuan – demi menghindari
penawanan, maka ia bukanlah dari golongan orang-orang yang bersabar.
Allah berfirman: “Apakah manusia
itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’,
sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang
yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar
dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” [Qs. Al Ankabuut:
2-3].
Allah berfirman: “dan
Sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui
orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan
(baik buruknya) hal ihwalmu” [Qs. Muhammad: 31].
Allah berfirman: “kamu
sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu
sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu
dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang
menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang
demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan” [Qs. Ali Imran: 186]
Di dalam sebuah hadits shahih, Nabi
SAW telah bersabda:
ذَا أَصَابَتْ أَحَدَكُمْ مُصِيبَةٌ
فَلْيَقُلْ { إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ } اللَّهُمَّ عِنْدَكَ
أَحْتَسِبُ مُصِيبَتِي فَأْجُرْنِي فِيهَا وَأَبْدِلْنِي بِهَا خَيْرًا مِنْهَا
“Jika diantara kalian yang terkena
suatu musibah (apapun itu musibahnya, dan tertawan
itu merupakan bagian dari musibah juga – perkataan Syaikh Abu Bashir) maka
hendaklah berkata, INNA LILLAHI WAINNA ILAIHI RAJI'UN ALLAHUMMA 'INDAKA
AHTASIBU MUSIBATI FA'JURNI FIIHA WABDILNI BIHA KHAIRAN MINHA (Segala sesuatu
milik Allah & hanya kepada Allah-lah kita kembali. Ya Allah Disisi-Mu aku
mengharapkan pahala atas musibah yg menimpaku, & berikanlah kepadaku
balasan & gantilah itu dengan sesuatu yang lebih baik)” [HR. Ahmad
No.15750] betapa banyak orang yang tertawan namun ia mendapatkan ganti –
setelahnya – berupa kebaikan yang banyak!
Rasulullah SAW bersabda:
كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
رَجُلٌ بِهِ جُرْحٌ فَجَزِعَ فَأَخَذَ سِكِّينًا فَحَزَّ بِهَا يَدَهُ فَمَا
رَقَأَ الدَّمُ حَتَّى مَاتَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى بَادَرَنِي عَبْدِي
بِنَفْسِهِ حَرَّمْتُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
“Dulu di antara umat sebelum kalian
ada orang yang terkena luka, sampai dia tidak sabar. Kemudian dia mengambil
pisau dan dia potong nadi tangannya. Darah terus mengalir sampai dia mati. Lalu
Allah berfirman, ‘Hamba-Ku mendahului-Ku dengan bunuh dirinya, Aku haramkan
untuknya surga’ “ [HR. Bukhari No.3204] begitu juga
dengan orang yang tidak sabar dengan penawanan – baik itu lelaki maupun
perempuran – lalu ia membunuh dirinya dengan tujuan menghindarkan dirinya dari
bencana dan rasa sakit penawanan, menurut hadits qudsi ini ia dikatakan: “Hamba-Ku
mendahului-Ku dengan bunuh dirinya, Aku haramkan untuknya surga”.
Rasulullah SAW juga bersabda:
أَشَدُّ بَلَاءً النَّاسِ
الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ يُبْتَلَى الْعَبْدُ عَلَى حَسَبِ
دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي
دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ
“Manusia yang paling dahsyat
ujiannya adalah para nabi kemudian yang menyerupai dengan mereka, kemudian yang
menyerupai dengan mereka. Apabila seseorang kuat dalam agamanya maka ujiannya
pun semakin kuat, dan apabila seseorang lemah dalam agamanya maka dia akan
mengujinya sesuai kadar agamannya.”
[HR. Ibnu Majah No. 3249].
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّا مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ
يُضَاعَفُ لَنَا الْبَلَاءُ كَمَا يُضَاعَفُ لَنَا الْأَجْرُ إِنْ كَانَ
النَّبِيُّ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ يُبْتَلَى بِالْقُمَّلِ حَتَّى يَقْتُلَهُ وَإِنْ
كَانَ النَّبِيُّ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ لَيُبْتَلَى بِالْفَقْرِ حَتَّى يَأْخُذَ
الْعَبَاءَةَ فَيَخُونَهَا وَإِنْ كَانُوا لَيَفْرَحُونَ بِالْبَلَاءِ كَمَا
تَفْرَحُونَ بِالرَّخَاءِ
“Ujian kami para Nabi berlipat ganda
sebagaimana kami mendapatkan pahala yang berlipat ganda pula. Ada diantara Nabi
yang diuji dengan kutu yang membuatnya meninggal, ada juga diantara Nabi yang
diuji dengan kemiskinan hingga dia harus menanggung beban yang amat berat &
melemahkannya, tetapi mereka berbahagia dengan ujian sebagaimana mereka
bergembira dengan sebuah kemudahan”
[HR. Ahmad No.11458]
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ
الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ
فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya besarnya balasan
tergantung dari besarnya ujian, & apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia
akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridla maka baginya keridlaan Allah, namun
barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan Allah” [HR. Tirmidzi No.2320] menghadapi bencana penawanan dengan
melakukan bunuh diri adalah di antara sikap murka yang dapat menghilangkan
pahala.
Selaras dengan itu, Nabi Muhammad
SAW bersabda sebagai berikut:
مَا يُصِيْبُ اْلمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ
وَ لاَ وَصَبٍ وَ لاَ هَمٍّ وَ لاَ حَزَنٍ وَ لاَ اَذًى وَ لاَ غَمٍّ حَتَّى
الشَّوْكَةِ يُشَاكُّهَا اِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا خَطَايَاهُ.
“Tidaklah menimpa kepada orang
mukmin berupa kepayahan, penyakit, duka cita, kesusahan, gangguan dan tidak
pula kesedihan hati, hingga terkena duripun kecuali dengannya Allah menghapus
kesalahan-kesalahannya” [HR.
Bukhari]
Di antaranya juga adalah: Sesungguhnya para sahabat dan para salafus shalih pernah
dihadapkan pada penawanan dan penyiksaan yang dahsyat, di antara mereka ada
yang disiksa dengan menggunakan api hingga meninggal dunia, ada juga yang
disalib hingga meninggal dunia, namun tidak pernah didapati ada dari mereka
yang menyerahkan dirinya atau orang lain untuk bunuh diri dengan cara apapun,
agar ia dapat dapat beristirahat dan menghindarkan dirinya dari bencana
penawanan serta adzab dan fitnahnya!
Sebagaimana dalam kisah sahabat
Abdullah bin Hudzafah As Sahmi Radhiyallahu Anhu dan orang yang
bersamanya ketika berhadapan dengan raja Romawi. Disebutkan di dalam kisah
tersebut bahwa sang thaghut itu memperlihatkan sebuah panci yang berisi air
mendidih kepada mereka, lalu ia memberikan pilihan antara dimasukkan ke dalam
panci tersebut atau keluar dari agama mereka, namun mereka memilih panci yang
berisi air mendidih dari pada harus menjadi murtad. Padahal mereka memiliki
kesempatan sebelum dihadapkan dengan ujian yang dahsyat tersebut, untuk
melakukan bunuh diri dengan cara yang mudah dan lebih tidak menyakitkan, namun
mereka tidak akan melakukannya!
Begitu dengan kisah Ashhabul Ukhdud,
di mana para lelaki, wanita dan anak-anaknya akan dimasukkan ke dalam
parit-parit yang berisi api apabila tidak mau meninggalkan agama mereka, namun
mereka lebih memilih untuk dimasukkan ke dalam api dan tidak mau menjadi murtad
dan membunuh dirinya sendiri, Allah menurunkan beberapa ayat yang menceritakan
tentang mereka: “binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit,
yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya,
sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang
beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena
orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha
Terpuji” [Qs. Al Buruj: 4-8].
Rasulullah SAW bersabda:
كَانَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ
لَهُ حُفْرَةٌ وَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُشَقُّ مَا
يَصْرِفُهُ عَنْ دِينِهِ وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ مَا دُونَ عَظْمٍ مِنْ
لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ عَنْ دِينِهِ وَلَيُتِمَّنَّ اللَّهُ تَبَارَكَ
وَتَعَالَى هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مَا بَيْنَ صَنْعَاءَ إِلَى
حَضْرَمَوْتَ لَا يَخْشَى إِلَّا اللَّهَ تَعَالَى وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ
وَلَكِنَّكُمْ تَعْجَلُونَ
“Sungguh telah berlalu pada
orang-orang sebelum kalian seorang yang digalikan lubang untuknya, lalu
diletakkan gergaji di atas kepalanya hingga membelahnya, namun hal itu tak
merubah keyakinannya. Ada yang disisir dengan sisir besi panas hingga terkoyak
dagingnya, namun itu tak mengubah dari agamanya. Dan sungguh, benar-benar Allah
Tabaaraka Wa Ta'ala akan menyempunakan urusan (agama) ini hingga ada seorang
pengendara berjalan dari Shan'a menuju Hadhramaut dalam keadaan tak takut
kepada siapa pun kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau kawatir
kambingnya akan dimakan serigala. Akan tetapi kalian terburu-buru” [HR. Ahmad No.20148] penyiksaan-penyiksaan itu tidak
menjadikan ia keluar dari agamanya, tidak membuatnya melakukan bunuh diri,
karenanya mereka dan perbuatan mereka dipuji.
Di antaranya juga adalah: Perkataan beliau (Syaikh Abdullah Azzam – Rahimahullah –):
“Membela kehormatan itu lebih utama dari pada membela diri”, ini adalah
perkataan yang tidak benar, dan ia menyelisihi susunan para ahli ushul fiqh dan
para fuqaha dalam tujuan diturunkannya syariat menurut urutan urgensinya,
karena tujuan syariat dalam menjaga eksistensi diri ada di bawah urutan menjaga
eksistensi agama, dan menjaga eksistensi diri ada di atas tujuan menjaga
eksistensi akal, kehormatan, dan harta.
Di antaranya juga adalah: Sesungguhnya membela kehormatan itu merupakan hal yang
diwajibkan dan tidak ada perselisihan di dalamnya, dan ia adalah bagian dari
jihad di jalan Allah. Namun berperang demi membela kehormatan itu adalah satu
hal yang berbeda dengan seseorang yang melakukan bunuh diri – baik ia lelaki
maupun perempuan – dengan tujuan membela dirinya, maka hal ini adalah tidak
diperbolehkan. Jangan sampai ada pencampur adukan di antara keduanya!
Di antaranya juga adalah: Sesungguhnya perkataan ini korelasinya adalah terhadap
saudari-saudari kita yang ditahan di dalam penjara para thaghut yang jahat,
sehingga terkadang mereka menerima perlakuan yang kasar dan nista dari para
thaghut sipir penjara, maka mereka menjadi wanita yang berdosa, bersalah, dan
status mereka adalah para pelaku zina, itu karena ketika masih memiliki
kemungkinan untuk melakukan bunuh diri, mereka tidak melakukannya. Perbuatan
ini sangat mudah untuk dilakukan di penjara-penjara manapun jika peraturan
membolehkannya. Walaupun saya tidak pernah mendengar ada yang mengatakan
seperti ini, namun jika ada, maka perkataan ini adalah perkataan yang
menyelisihi dalil dan akal, sebagaimana yang akan dijelaskan berikutnya.
Dari sini muncullah sebuah
pertanyaan lain yang sering dibicarakan oleh banyak orang; jika musuh melakukan
tekanan terhadap seorang perempuan yang ditawan dan ia disiksa oleh petugas
interogasi, apakah perempuan tersebut mendapatkan dosa dan dianggap sebagai
seorang pezina?
Jawabannya adalah tidak, ia bukan
seorang pezina dan ia tidak mendapatkan dosa, selama ia membenci dan dipaksa
untuk melayani apa yang mereka perbuat. Bahkan ia mendapatkan pahala yang besar
atas kesabarannya dan atas interopeksi diri yang ia lakukan. Barangsiapa yang
menuduhnya sebagai seorang pezina, maka ia harus dicambuk karena telah menuduh
wanita mukminah yang terjaga melakukan zina!
Allah berfirman: “Barangsiapa
yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah),
kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman
(dia tidak berdosa). Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk
kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar”
[Qs. An Nahl: 106], jadi orang yang menampakkan perbuatan kufur akbar karena
paksaan, ia mendapatkan udzur selama batinnya tetap tenang dalam beriman. Maka
udzur dalam hal selain itu adalah lebih layak untuk didapatkan, yaitu segala
dosa dan kesalahan selain dosa kufur dan syirik.
Di dalam sebuah hadits shahih, Nabi
Muhammad SAW bersabda:
إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِيْ عَنْ
أُمَّتِي : الْخَطَأُ وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah telah memaafkan
kesalahan-kesalahan umatku yang tidak disengaja, karena lupa dan yang dipaksa
melakukannya” [Shahih Al Jami’: 1731], di dalam
riwayat lain disebutkan:
عُفِيَ لأمَّتي عن الخطأِ والنِّسيانِ
وما استُكرِهوا عليهِ
“Dimaafkan umatku yang berbuat
kesalahan karena tidak sengaja, atau lupa atau karena dipaksa”.
Di dalam riwayat lain disebutkan:
إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِى
الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah menghilangkan
dari umatku dosa karena keliru, lupa, atau dipaksa”.
Dan semuanya memiliki riwayat yang
shahih dan menguatkan makna dari apa yang kami sampaikan, segala puji bagi
Allah rabb semesta alam.
Abdul Mun’im Mushtafa Halimah “Abu Bashir Ath Tharthusi”
Posting Komentar