Wanita bunuh diri demi menjaga kehormatan dari pada di tawan

Rabu, 03 September 20140 komentar




GLOBAL-iSLAM.COM - Oleh : Syaikh Abu Bashir Ath-Thartusi : PERTANYAAN:Apa pendapat anda tentang ini: Syaikh Abdullah Azzam – Rahimahullah – berkata: “Seorang wanita muslimah tidak boleh menyerahkan dirinya kepada musuh apabila ia tahu bahwa mereka akan merenggut kehormatannya, jadi ia wajib untuk melawan mereka hingga ia terbunuh, atau hingga  mereka yang terbunuh. Maka dari itu di wilayah Kunar banyak para wanita yang menceburkan diri mereka ke dalam sungai karena jika pasukan Rusia datang, mereka akan memasukkan para wanita tersebut ke dalam tank-tank mereka, maka para wanita itu memilih untuk menceburkan diri mereka ke dalam sungai. Perbuatan ini sesuai dengan Syariat Islam, karena membela kehormatan itu lebih utama dari pada membela diri. Seseorang yang memiliki kehormatan yang tinggi tidak akan selamat dari bahaya, hingga ia meneteskan darah ketika meraihnya” [Di Bawah Naungan Surat At Taubah, Halaman 46] 
Beliau juga berkata dalam kesempatan lain: “Para fuqaha bersepakat bahwa kaum wanita tidak boleh menyerahkan dirinya untuk ditawan, karenanya ada beberapa orang pemuda yang mendatangi saya untuk bertanya: ‘apakah para wanita yang ada di Kunar dan Lughman boleh menceburkan dirinya ke dalam sungai Kunar?’ Maka saya jawab: ‘Boleh atau bahkan wajib, karena ia telah bersyahadat, lagipula ia tidak diperbolehkan untuk menyerahkan dirinya selama ia takut harga dirinya bakal terampas. Jika ia pernah melihat saudari-saudarinya ditangkap dari rumah mereka, lalu dibawa terbang menggunakan helikopter di atas area pedesaan, lalu pakaian mereka dilucuti dan kehormatan mereka direnggut, kemudian jasadnya dilemparkan ke atas desa tempat mereka tinggal, maka ia tidak boleh menyerahkan diri sebagai tawanan selamanya. Jika ia menyerahkan dirinya, maka ia telah berdosa, ia wajib menceburkan dirinya ke dalam sungai, (dan seterusnya)..”. 
JAWABAN: Segala puji bagi Allah rabb semesta alam. Perkataan ini telah banyak tersebar, dan sering didengar oleh para mujahidin dan murabithin yang ada di medan perang Syam, dan medan perang lainnya, hingga perkataan ini menjadi suatu yang normal dan tidak perlu didiskusikan. Maka ini perlu diberikan perhatian dan keterangan, maka saya katakan: Tidak ada perbedaan pendapat jika seorang wanita mampu mempertahankan dirinya – walaupun dengan perang – dari ditawan oleh musuh, khususnya jika ia tahu bahwa mereka akan melakukan kejahatan terhadap kehormatannya, ini sesuai dengan firman Allah: “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…” [Qs. At Taghabun: 16]. Dan jika ia terbunuh di tangan musuh yang melakukan agresi, maka ia menjadi seorang syahidah dengan izin Allah, dalam hal ini lelaki dan perempuan sama saja. 
Namun jika ia lemah dan tidak mampu untuk membela dirinya, dan ia dihadapkan pada dua pilihan yaitu menyerahkan dirinya atau melakukan bunuh diri. Apakah ia boleh untuk melakukan bunuh diri, maka di sinilah letak permasalahannya dan terjadi pertentangan, karena perkataan Syaikh yang disebutkan di dalam soal di atas menunjukkan bahwa hal ini diperbolehkan bahkan wajib, maka ini adalah kesalahan besar, dan kami ingin memberikan tanggapan terhadap kesalahan ini dari beberapa sisi: 
Di antaranya adalah: Sesungguhnya perkataan ini tidak memiliki dalil dari Al Kitab dan As Sunnah, tidak juga dari perkataan para sahabat atau para tabi’in yang mu’tabar. Bahkan dalil-dalil yang ada menunjukkan yang sebaliknya, Allah berfirman: “…dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” [Qs. An Nisa’: 29], Allah juga berfirman: “…dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” [Qs. Al Baqarah: 195]. 
Di dalam sebuah hadits shahih, Nabi Muhammad SAW bersabda: 
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِي بَطْنِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِسُمٍّ فَسُمُّهُ فِي يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
“Siapa yang membunuh dirinya sendirinya dengan besi, maka besi itu akan senantiasa berada di tangannya, membacok perutnya di dalam neraka jahannam selama-lamanya. Dan siapa yang membunuh dirinya dengan racun, maka racun itu pula akan selalu berada di tangannya & menelannya dengan berada di dalam neraka jahannam selama-lamanya. Dan siapa yang menjatuhkan dirinya dari gunung, lalu ia membunuh dirinya, maka ia akan senantiasa terjatuh di dalam neraka jahannam selama-lamanya” [HR. Tirmidzi No.1967].


Rasulullah SAW juga bersabda: 
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ فِي الدُّنْيَا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ 
“…barangsiapa bunuh diri dengan sesuatu di dunia, maka dia akan disiksa di akhirat dengan sesuatu yang digunakan untuk bunuh diri” [HR. Bukhari No.5587] ini adalah dalil-dalil yang muhkam dari agama Allah yang tidak dapat disamakan dengan dalil-dalil yang sifatnya mutasyabih!

Di antaranya juga adalah: Sesungguhnya penawanan itu adalah merupakan salah satu bentuk bencana, dan bencana itu disikapi dengan bersabar dan menginstropeksi diri, bukan dengan bunuh diri dengan tujuan agar terlepas dan melarikan diri darinya, Allah berfirman: “dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun’ “ [Qs. Al Baqarah: 155-156].
Dan musibah tertawan itu tidaklah keluar dari ranah musibah dan bencana menurut ayat ini, barangsiapa yang membunuh dirinya – sama saja baik itu lelaki atau perempuan – demi menghindari penawanan, maka ia bukanlah dari golongan orang-orang yang bersabar. 
Allah berfirman: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” [Qs. Al Ankabuut: 2-3]. 
Allah berfirman: “dan Sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu” [Qs. Muhammad: 31]. 
Allah berfirman: “kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan” [Qs. Ali Imran: 186] 
Di dalam sebuah hadits shahih, Nabi SAW telah bersabda: 
ذَا أَصَابَتْ أَحَدَكُمْ مُصِيبَةٌ فَلْيَقُلْ { إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ } اللَّهُمَّ عِنْدَكَ أَحْتَسِبُ مُصِيبَتِي فَأْجُرْنِي فِيهَا وَأَبْدِلْنِي بِهَا خَيْرًا مِنْهَا 
“Jika diantara kalian yang terkena suatu musibah (apapun itu musibahnya, dan tertawan itu merupakan bagian dari musibah juga – perkataan Syaikh Abu Bashir) maka hendaklah berkata, INNA LILLAHI WAINNA ILAIHI RAJI'UN ALLAHUMMA 'INDAKA AHTASIBU MUSIBATI FA'JURNI FIIHA WABDILNI BIHA KHAIRAN MINHA (Segala sesuatu milik Allah & hanya kepada Allah-lah kita kembali. Ya Allah Disisi-Mu aku mengharapkan pahala atas musibah yg menimpaku, & berikanlah kepadaku balasan & gantilah itu dengan sesuatu yang lebih baik)” [HR. Ahmad No.15750] betapa banyak orang yang tertawan namun ia mendapatkan ganti – setelahnya – berupa kebaikan yang banyak!

Rasulullah SAW bersabda: 
كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ بِهِ جُرْحٌ فَجَزِعَ فَأَخَذَ سِكِّينًا فَحَزَّ بِهَا يَدَهُ فَمَا رَقَأَ الدَّمُ حَتَّى مَاتَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى بَادَرَنِي عَبْدِي بِنَفْسِهِ حَرَّمْتُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ 
“Dulu di antara umat sebelum kalian ada orang yang terkena luka, sampai dia tidak sabar. Kemudian dia mengambil pisau dan dia potong nadi tangannya. Darah terus mengalir sampai dia mati. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku mendahului-Ku dengan bunuh dirinya, Aku haramkan untuknya surga’ “ [HR. Bukhari No.3204] begitu juga dengan orang yang tidak sabar dengan penawanan – baik itu lelaki maupun perempuran – lalu ia membunuh dirinya dengan tujuan menghindarkan dirinya dari bencana dan rasa sakit penawanan, menurut hadits qudsi ini ia dikatakan: “Hamba-Ku mendahului-Ku dengan bunuh dirinya, Aku haramkan untuknya surga”.

Rasulullah SAW juga bersabda: 
أَشَدُّ بَلَاءً النَّاسِ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ يُبْتَلَى الْعَبْدُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ 
“Manusia yang paling dahsyat ujiannya adalah para nabi kemudian yang menyerupai dengan mereka, kemudian yang menyerupai dengan mereka. Apabila seseorang kuat dalam agamanya maka ujiannya pun semakin kuat, dan apabila seseorang lemah dalam agamanya maka dia akan mengujinya sesuai kadar agamannya.” [HR. Ibnu Majah No. 3249].

Rasulullah SAW bersabda: 
إِنَّا مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ يُضَاعَفُ لَنَا الْبَلَاءُ كَمَا يُضَاعَفُ لَنَا الْأَجْرُ إِنْ كَانَ النَّبِيُّ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ يُبْتَلَى بِالْقُمَّلِ حَتَّى يَقْتُلَهُ وَإِنْ كَانَ النَّبِيُّ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ لَيُبْتَلَى بِالْفَقْرِ حَتَّى يَأْخُذَ الْعَبَاءَةَ فَيَخُونَهَا وَإِنْ كَانُوا لَيَفْرَحُونَ بِالْبَلَاءِ كَمَا تَفْرَحُونَ بِالرَّخَاءِ 
“Ujian kami para Nabi berlipat ganda sebagaimana kami mendapatkan pahala yang berlipat ganda pula. Ada diantara Nabi yang diuji dengan kutu yang membuatnya meninggal, ada juga diantara Nabi yang diuji dengan kemiskinan hingga dia harus menanggung beban yang amat berat & melemahkannya, tetapi mereka berbahagia dengan ujian sebagaimana mereka bergembira dengan sebuah kemudahan” [HR. Ahmad No.11458]
Rasulullah SAW bersabda: 
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya besarnya balasan tergantung dari besarnya ujian, & apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridla maka baginya keridlaan Allah, namun barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan Allah” [HR. Tirmidzi No.2320] menghadapi bencana penawanan dengan melakukan bunuh diri adalah di antara sikap murka yang dapat menghilangkan pahala.

Selaras dengan itu, Nabi Muhammad SAW bersabda sebagai berikut: 
مَا يُصِيْبُ اْلمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ وَ لاَ وَصَبٍ وَ لاَ هَمٍّ وَ لاَ حَزَنٍ وَ لاَ اَذًى وَ لاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُّهَا اِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا خَطَايَاهُ.
“Tidaklah menimpa kepada orang mukmin berupa kepayahan, penyakit, duka cita, kesusahan, gangguan dan tidak pula kesedihan hati, hingga terkena duripun kecuali dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahannya” [HR. Bukhari]

Di antaranya juga adalah: Sesungguhnya para sahabat dan para salafus shalih pernah dihadapkan pada penawanan dan penyiksaan yang dahsyat, di antara mereka ada yang disiksa dengan menggunakan api hingga meninggal dunia, ada juga yang disalib hingga meninggal dunia, namun tidak pernah didapati ada dari mereka yang menyerahkan dirinya atau orang lain untuk bunuh diri dengan cara apapun, agar ia dapat dapat beristirahat dan menghindarkan dirinya dari bencana penawanan serta adzab dan fitnahnya! 
Sebagaimana dalam kisah sahabat Abdullah bin Hudzafah As Sahmi Radhiyallahu Anhu dan orang yang bersamanya ketika berhadapan dengan raja Romawi. Disebutkan di dalam kisah tersebut bahwa sang thaghut itu memperlihatkan sebuah panci yang berisi air mendidih kepada mereka, lalu ia memberikan pilihan antara dimasukkan ke dalam panci tersebut atau keluar dari agama mereka, namun mereka memilih panci yang berisi air mendidih dari pada harus menjadi murtad. Padahal mereka memiliki kesempatan sebelum dihadapkan dengan ujian yang dahsyat tersebut, untuk melakukan bunuh diri dengan cara yang mudah dan lebih tidak menyakitkan, namun mereka tidak akan melakukannya! 
Begitu dengan kisah Ashhabul Ukhdud, di mana para lelaki, wanita dan anak-anaknya akan dimasukkan ke dalam parit-parit yang berisi api apabila tidak mau meninggalkan agama mereka, namun mereka lebih memilih untuk dimasukkan ke dalam api dan tidak mau menjadi murtad dan membunuh dirinya sendiri, Allah menurunkan beberapa ayat yang menceritakan tentang mereka: “binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” [Qs. Al Buruj: 4-8].
Rasulullah SAW bersabda: 
كَانَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ لَهُ حُفْرَةٌ وَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُشَقُّ مَا يَصْرِفُهُ عَنْ دِينِهِ وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ مَا دُونَ عَظْمٍ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ عَنْ دِينِهِ وَلَيُتِمَّنَّ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مَا بَيْنَ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لَا يَخْشَى إِلَّا اللَّهَ تَعَالَى وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَعْجَلُونَ 
“Sungguh telah berlalu pada orang-orang sebelum kalian seorang yang digalikan lubang untuknya, lalu diletakkan gergaji di atas kepalanya hingga membelahnya, namun hal itu tak merubah keyakinannya. Ada yang disisir dengan sisir besi panas hingga terkoyak dagingnya, namun itu tak mengubah dari agamanya. Dan sungguh, benar-benar Allah Tabaaraka Wa Ta'ala akan menyempunakan urusan (agama) ini hingga ada seorang pengendara berjalan dari Shan'a menuju Hadhramaut dalam keadaan tak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau kawatir kambingnya akan dimakan serigala. Akan tetapi kalian terburu-buru” [HR. Ahmad No.20148] penyiksaan-penyiksaan itu tidak menjadikan ia keluar dari agamanya, tidak membuatnya melakukan bunuh diri, karenanya mereka dan perbuatan mereka dipuji.
Di antaranya juga adalah: Perkataan beliau (Syaikh Abdullah Azzam – Rahimahullah –): “Membela kehormatan itu lebih utama dari pada membela diri”, ini adalah perkataan yang tidak benar, dan ia menyelisihi susunan para ahli ushul fiqh dan para fuqaha dalam tujuan diturunkannya syariat menurut urutan urgensinya, karena tujuan syariat dalam menjaga eksistensi diri ada di bawah urutan menjaga eksistensi agama, dan menjaga eksistensi diri ada di atas tujuan menjaga eksistensi akal, kehormatan, dan harta. 
Di antaranya juga adalah: Sesungguhnya membela kehormatan itu merupakan hal yang diwajibkan dan tidak ada perselisihan di dalamnya, dan ia adalah bagian dari jihad di jalan Allah. Namun berperang demi membela kehormatan itu adalah satu hal yang berbeda dengan seseorang yang melakukan bunuh diri – baik ia lelaki maupun perempuan – dengan tujuan membela dirinya, maka hal ini adalah tidak diperbolehkan. Jangan sampai ada pencampur adukan di antara keduanya! 
Di antaranya juga adalah: Sesungguhnya perkataan ini korelasinya adalah terhadap saudari-saudari kita yang ditahan di dalam penjara para thaghut yang jahat, sehingga terkadang mereka menerima perlakuan yang kasar dan nista dari para thaghut sipir penjara, maka mereka menjadi wanita yang berdosa, bersalah, dan status mereka adalah para pelaku zina, itu karena ketika masih memiliki kemungkinan untuk melakukan bunuh diri, mereka tidak melakukannya. Perbuatan ini sangat mudah untuk dilakukan di penjara-penjara manapun jika peraturan membolehkannya. Walaupun saya tidak pernah mendengar ada yang mengatakan seperti ini, namun jika ada, maka perkataan ini adalah perkataan yang menyelisihi dalil dan akal, sebagaimana yang akan dijelaskan berikutnya. 
Dari sini muncullah sebuah pertanyaan lain yang sering dibicarakan oleh banyak orang; jika musuh melakukan tekanan terhadap seorang perempuan yang ditawan dan ia disiksa oleh petugas interogasi, apakah perempuan tersebut mendapatkan dosa dan dianggap sebagai seorang pezina? 
Jawabannya adalah tidak, ia bukan seorang pezina dan ia tidak mendapatkan dosa, selama ia membenci dan dipaksa untuk melayani apa yang mereka perbuat. Bahkan ia mendapatkan pahala yang besar atas kesabarannya dan atas interopeksi diri yang ia lakukan. Barangsiapa yang menuduhnya sebagai seorang pezina, maka ia harus dicambuk karena telah menuduh wanita mukminah yang terjaga melakukan zina!
Allah berfirman: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa). Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar” [Qs. An Nahl: 106], jadi orang yang menampakkan perbuatan kufur akbar karena paksaan, ia mendapatkan udzur selama batinnya tetap tenang dalam beriman. Maka udzur dalam hal selain itu adalah lebih layak untuk didapatkan, yaitu segala dosa dan kesalahan selain dosa kufur dan syirik. 
Di dalam sebuah hadits shahih, Nabi Muhammad SAW bersabda: 
إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِيْ عَنْ أُمَّتِي : الْخَطَأُ وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ 
“Sesungguhnya Allah telah memaafkan kesalahan-kesalahan umatku yang tidak disengaja, karena lupa dan yang dipaksa melakukannya” [Shahih Al Jami’: 1731], di dalam riwayat lain disebutkan:

عُفِيَ لأمَّتي عن الخطأِ والنِّسيانِ وما استُكرِهوا عليهِ
“Dimaafkan umatku yang berbuat kesalahan karena tidak sengaja, atau lupa atau karena dipaksa”.
Di dalam riwayat lain disebutkan: 
إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِى الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah menghilangkan dari umatku dosa karena keliru, lupa, atau dipaksa”.
Dan semuanya memiliki riwayat yang shahih dan menguatkan makna dari apa yang kami sampaikan, segala puji bagi Allah rabb semesta alam.
 
Abdul Mun’im Mushtafa Halimah “Abu Bashir Ath Tharthusi”
 
Sumber : www.altartosi.net /MUQOWAMAH MEDIA

Editor : Aiman | Global-Islam.com

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Globalislam.com / media islam network - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger