GLOBAL-ISLAM.COM – Allah memerintahkan kepada ummahatul mukminin dan juga
seluruh muslimah secara umum, untuk menetap di rumah-rumah mereka. Perintah
tersebut memiliki manfaat yang besar bagi kaum wanita dalam berbagai aspeknya.
“Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian
dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah
yang dahulu dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa kalian, hai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al-Ahzab: 33)
Lebih
Dekat dengan Allah
Menetapnya
seorang muslimah di rumah, menahan diri untuk tidak keluyuran dan pergi
sesuka hati tanpa keperluan syar’i, merupakan salah satu wujud ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan tersebut akan mendatangkan keridhaan Allah dan
pahala bagi dirinya.
Selain
itu,menetapnya wanita di dalam rumah memberikan peluang bagi dirinya untuk
melakukan aktivitas taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah).
Dengan di rumah ia akan lebih memiliki waktu dan kesempatan untuk melakukan
ibadah-ibadah nafilah, juga waktu luang untuk mengaji dan mengkaji Al-Qur’an,
serta amalan lain yang kemungkinan tidak bisa dan tidak sempat dia lakukan jika
ia sibuk beraktivitas di luar.
Persis
seperti yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, “Dan saat-saat yang paling
dekat dengan Rabb-Nya adalah saat ia berada di bagian rumahnya yang paling
dalam.” (Silsilah Ash-Shahihah, 2688).
Karena
itulah, penting untuk mengetahui keutamaan menetapnya wanita di rumah. Bahkan
shalat di masjid yang diganjar dengan pahala 27 derajat untuk laki-laki,
menjadi tidak lebih utama, ketika seorang wanita shalat di rumahnya.
Ummu
Hamid, istri Abu Hamid As-Sa’idi, pernah mendatangi Nabi dan berkata, “Wahai
Rasulullah, saya senang shalat bersama engkau.” Rasulullah bersabda, “Aku
tahu kau senang shalat bersamaku. Tapi shalatmu di dalam rumahmu itu lebih baik
daripada shalat di halaman dalam rumahmu. Shalatmu di halaman dalam itu lebih
baik daripada shalat di dalam kompleks rumahmu. Shalatmu di kompleks rumahmu
lebih baik daripada shalat di masjid kaummu. Shalatmu di masjid kaum itu lebih
baik daripada shalat di masjidku.”
Ummu Hamid
pun memerintahkan agar dibuatkan tempat shalat di bilik yang paling dalam di
rumahnya dan shalat di tempat itu hingga ia wafat. (HR. Ahmad)
Bebas dari fitnah
Perintah
untuk menetap di dalam rumah dalam ayat yang tersebut di atas, diiringi dengan
larangan untuk berhias dan bertingkah laku seperti wanita jahiliyah. Seorang
wanita yang enggan menetap di rumah lantaran hobi hang out dan keluar
rumah tanpa alasan syar’i, seakan menjadi alasan untuk berhias agar tampil
cantik dan menarik ketika akan keluar rumah.
Bepergiannya
seorang wanita dari rumahnya, akan memicu berbagai fitnah dan kerusakan. Karena
Rasulullah SAW telah mengingatkan, “Wanita itu aurat. Bila ia keluar dari
rumah, setan akan menghiasinya.” (HR. Tirmidzi). Dengan menetap di dalam
rumah, berarti ia berada dalam sebuah benteng yang kokoh dan penjagaan yang
kuat. Jika ia keluar dari rumahnya, hilanglah rasa aman yang dimilikinya
seperti halnya ketika ia berada di dalam rumah.
Setan tak
perlu bersusah payah mencari umpan, karena wanita yang keluar tersebut telah
menjadi umpan sekaligus perangkap ampuh untuk menjebak manusia ke dalam fitnah
dan kerusakan. Oleh karena itu, Abdullah bin Mas’ud berpesan, “Tahanlah wanita
di rumah, karena sesungguhnya wanita itu adalah aurat. apabila ia keluar rumah,
setan menatapnya dengan tajam dan berbisik kepadanya, ‘Tidaklah engkau
melewati seorang pun melainkan ia pasti kagum terhadapmu’.”
Setan
menghiasi wanita hingga dirinya merasa cantik dan menganggap dirinya seolah
tampak menarik di mata lelaki yang melihatnya. Sebaliknya, setan juga
memperdayai laki-laki yang dilewatinya agar tergoda oleh si
wanita.
Fokus
dengan Tanggung Jawab Domestik
Seorang
wanita identik dengan tanggung jawab domestik yang berkaitan dengan peran dan
tugasnya sebagai istri dan ibu. Ia bertugas melayani suami dan selalu berusaha
mencari keridhaan suami selama tidak bermaksiat kepada Allah. Dengan mengharap
ridha-Nya, ia akan senantiasa memberikan yang terbaik untuk rumah tangga dan
keluarganya, mengurus dan mengaturnya. Merawat anak-anaknya dan mentarbiyah
mereka dengan sebaik-baiknya.
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin mengatakan bahwa perbaikan masyarakat bisa
dilakukan dengan dua cara: Pertama, perbaikan secara lahiriah, yaitu perbaikan
yang berlangsung di pasar, masjid, dan berbagai urusan lahiriah lainnya. Hal
ini banyak didominasi kaum lelaki, karena merekalah yang sering nampak dan
keluar rumah. Kedua, perbaikan masyarakat di balik layar, yaitu perbaikan yang
dilakukan di dalam rumah. Sebagian besar peran ini diserahkan pada kaum wanita
sebab wanita merupakan penanggung jawab di rumah.
Keberadaan
wanita di rumah akan membuatnya fokus dengan tanggung jawab domestiknya. Fokus
dalam melayani suami, karena ia akan lebih memahami apa yang bisa menyenangkan
dan membuat nyaman suaminya ketika sang suami ‘berlabuh’ di rumah. Menyambutnya
ketika ia datang dan berhias untuknya. Merawat diri dan kecantikannya. Juga, always
available ketika sang suami membutuhkannya.
Begitu
pula dengan anak-anak, ia akan lebih bisa mengonsentrasikan perhatiannya dalam
mengasuh dan mendidik anak-anaknya, karena ia hadir 24 jam bersama mereka.
Sehingga, ia tahu benar bagaimana tumbuh kembang anak-anaknya secara langsung.
Dengan demikian, ia akan lebih cermat dan tanggap dalam melaksanakan tanggung
jawab kerumahtanggaan.
Sumber : Anwar/Dikutip dari Majalah An-Najah Rubrik Akhwatuna Edisi 91
Editor : Aiman | Global-Islam.com
Sumber : Anwar/Dikutip dari Majalah An-Najah Rubrik Akhwatuna Edisi 91
Editor : Aiman | Global-Islam.com
Posting Komentar